Jumat, 22 Mei 2009

Komputer Masa Depan

Rabu, 2009 Mei 209


Dewasa ini personal computer (PC) dan laptop bukan menjadi barang mewah lagi bagi orang-orang yang hidup di zaman sekarang. Hampir bisa dikatalkan sebagai barang primer. Karena survei mengatakan lebih dari 50% kegiatan manusia zaman sekarang banyak dibantu dengan alat yang namanya komputer. Banyak yang mengatakan tanpa bantuan komputer pekerjaan jadi kurang maksimal. Namun demikian kita tidak boleh melupakan bahwa otak manusia itu lebih dahsyat dari mesin. Toh komputer yang menciptakan khan manusia. Betul??

sampai detik ini pun, manusia di semua belahan dunia begitu gencarnya mengembangkan komputer. Saat ini telah dikembangkan sebuah komputer masa depan yang super praktis, super fungsi, super efisien, dan super-super lainnya. Tidak ada yang mustahil dalam dunia teknologi. Memang semua ciptaan manusia itu berawal dari mimpi. Dari mimpi barulah diwujudkan melalui otak yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Berikut ini adalah contoh sampel design komputer masa depan yang sedang diteliti :






Apakah orang Indonesia juga ikut andil dalam perkembangan teknologi? Maaf, tidak bermaksud merendahkan orang Indonesia. Faktanya, Sejauh ini di Indonesia belum ada perhatian khusus dari pemerintah. Belum ada tempat khusus yang disediakan pemerintah bagi rakyat Indonesia untuk berkarya di bidang IT. Di dunia pendidikan Indonesia (sekolah dan kampus) baru sebatas mengajarkan cara menggunakan teknologi yang sudah ada. Bukan mengajarkan untuk berkarya banyak.

kampus-kampus di Indonesia kebanyakan mempersiapkan untuk menjadi pekerja saja bukan peneliti atau orang untuk melakukan riset. Trus kalangan orang-orang terkenal dan hebat di dunia IT kebanyakan cuma bisa jual cuap-cuap dengan modal power pointnya. Menyedihkan tapi inilah kondisi kita Indonesia. Dan bersiap-siaplah menjadi “Tempat Pembuangan Komputer Dunia”. (di kutip dari dedenthea's blog)

Namun demikian, saya dan kita semua sebagai orang Indonesia sangat yakin, kita orang Indonesia juga bisa maju. Mari kita tingkatkan kemampuan kita dalam bidang IT. Jangan mau kalah dengan negara lain. Mari kita siapkan diri untuk bersaing di dunia masa depan. Mari kita kibarkan sang merah putih... Mari kita lantangkan Indonesia raya de tengah kanca peradaban dunia IT. Mari kita kembalikan Indonesia sebagai raksasa dunia.

Muhib Waktu di Jakarta Subang dan Siak

Teman2 muhib IPMKS Jakarta
dalam rangka Kunjungan Kerja
Muhib dan Teman2 lagi Foto Bareng Bersama Bupati Siak H. Arwin AS
dalam rangaka Penanaman Pohon sedunia
Aksi ku bersama Hizbut Tahrir Indonesia dalam rangka Mengingatkan Penguasa

Lagi Senam bersama Kepala Sekolah SD An Namiroh
di Giant Pekanbaru



Tyasno Sudarto: Manifesto HTI Layak untuk Indonesia

Tyasno Sudarto: Manifesto HTI Layak untuk Indonesia PDF Print E-mail
Friday, 22 May 2009
Image
ImageMediumat.com-Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto menilai Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia layak untuk perubahan Indonesia menuju ke arah yang lebih baik. “Sangat layak, dan harus terus digulirkan sebagai bentuk jalan baru bagi bangsa ini,” katanya di hadapan ribuan hadirin yang memenuhi Auditorium Adyana Wisma Antara, Jakarta, dalam Halqah Islam dan Peradaban, KAMIS (21/5).

Menurutnya, perubahan membutuhkan dua unsur yakni sistem dan orang. “Kita butuh sistem yang baik dan orang yang baik,” jelasnya. Dalam penilaiannya, Indonesia saat ini masih terjajah dan tidak mandiri. Indonesia dinilainya tidak lagi memiliki kedaulatan politik, tidak mampu berdikari dalam bidang ekonomi, dan tidak berkepribadian sesuai dengan budayanya.



Ruang yang berkapasitas tempat duduk 500 orang itu tak mampu menampung hadirin yang jumlahnya lebih dari seribu orang. Para pengunjung terpaksa duduk di lantai, banyak yang berdiri. Sebagian lain berada di luar ruang dan hanya bisa mendengarkan dari pengeras suara.

Halqah Islam dan Peradaban kali ini mengangkat tema ”Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia: Jalan Baru untuk Indonesia.” Acara ini menghadirkan Ketua DPP HTI Hafidz Abdurrahman, Farid Wadjdi, Rokhmat S Labib, Ismail Yusanto, Jenderal TNI (Pur) Tyasno Sudarto, pengamat politik Bima Arya Sugiarto, ekonom Imam Sugema, pengamat sosial Tati Elmir, pengamat pendidikan Teguh Juwarno, dan pengamat media Hadi Mustofa.

Dalam pembukaannya, Hafidz menjelaskan, manifesto ini adalah persembahan dari Hizbut Tahrir Indonesia, sebagai langkah kongkrit, atas kecintaannya kepada bangsa Indonesia yang mayoritas rakyatnya beragama Islam dan masih dalam kondisi yang terpuruk. “Manifesto ini adalah bukti dari Hizbut Tahrir yang ingin membangkitkan Indonesia yang akan menjadikannya negara adidaya dunia dengan khilafah, juga membebaskan negeri ini dari penjajahan, baik fisik maupun non fisik. Serta untuk meraih kemualiaan Islam dan ridho Allah swt.”

Manifesto ini berisi uraian tentang sistem pemerintahan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem peradilan, sistem pergaulan, media dan informasi dalam Islam, politik luar negeri dan dalam negeri, strategi pendidikan, serta sekilas tantang Hizbut Tahrir dan seruan Hizbut Tahrir Indonesia.

Ketua DPP HTI ini mengemukakan sebuah ironisme yakni Indonesia kaya raya tapi rakyatnya miskin. Menurutnya, ini karena tidak adanya kedaulatan Asy Syari’. Maka jalan keluarnya adalah kembali kepada sistem Islam. Dengan itu Islam akan memberikan rahmat kepada seluruh alam.

Pengamat politik Bima Arya pun menilai manifesto ini layak. Hanya saja ia mengajukan beberapa catatan, yakni harus ada rincian langkah agar tidak berakhir seperti model demokrasi yang sedang dijalankan. Walaupun menduga ada kemiripan antara demokrasi dan sistem khilafah, tetapi Bima Arya mengelak menjawab secara tegas saat ditanyakan apakah sistem buatan manusia yaitu demokrasi yang dia pilih atau sistem dari Allah yaitu sistem khilafah.

Sedangkan ekonom Iman Sugema lebih menyoroti aspek praktis dari bidang ekonomi yang dipaparkan pada manifesto ini. Hanya saja sendiri mengaku belum tahu secara mendalam tentang sistem ekonomi Islam. Ia sedang mempelajarinya dan itupun atas dasar kebutuhan pragmatis.

Di Sesi diskusi kedua yang menghadirkan panelis pembanding Teguh Juwarno, Tatty Elmir dan Hadi Mustofa, dibahas mengenai sistem pendidikan, perlindungan terhadap anak dan peranan media dalam negara Khilafah. Menurut Hafidz, ada kesamaan tentang sekolah gratis dalam sistem khilafah dengan sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Yang membedakannya adalah dalam kualitas yang ditawarkan, bila dalam khilafah dengan kualitas tinggi karena jaminan negara, sedang di Indonesia masih seadanya, yang justru lebih berkualitas yang mahal bayarannya.

Teguh Juwarno mengharapkan dari kader-kader Hizbut Tahrir agar bisa terjun menjadi pendidik yang baik bagi rakyat Indonesia di seluruh pelosok. Hal ini ditanggapi oleh Juru Bicara HTI bahwa Hizbut Tahrir Indonesia memiliki sarana membina umat dengan buletin mingguan Al Islam dengan tiras 1,3 juta exemplar dan Media Umat denga oplah 30 ribu exemplar, juga dengan media on line yang link up ke Hizbut Tahrir di seluruh dunia. Dan tentu dengan cabang yang tersebar di 30 propinsi dan proses pembinaan umat yang dilakukan tiap minggu dan tiap bulan sekali yang jumlahnya ribuan oleh kader-kader Hizbut Tahrir.

Para pembicara sepakat bahwa jalan yang dilalui oleh Indonesia saat ini sudah layak ditinggalkan. Sebagai gantinya harus dicari jalan baru. HTI berharap manifesto ini menjadi jalan baru bagi Indonesia yang lebih baik.[]

Selasa, 12 Mei 2009

Hukum Praktikum Bedah Mayat

Tanya :

Ustadz, apa hukumnya kadafer (mayat manusia) yang digunakan mahasiswa kedokteran sebagai bahan praktikum, seperti pembedahan? (Bambang, bumi Allah)

Tuesday, 12 May 2009

Image

Diasuh oleh :
Ust M Shiddiq Al Jawi|

Jawab :

Otopsi (bedah mayat) adalah pemeriksaan mayat dengan pembedahan. Ada tiga macam otopsi; (1) otopsi anatomis, yaitu otopsi yang dilakukan mahasiswa kedokteran untuk mempelajari ilmu anatomi; (2) otopsi klinis, yaitu otopsi untuk mengetahui berbagai hal yang terkait dengan penyakit (misal jenis penyakit) sebelum mayat meninggal; (3) otopsi forensik, yaitu otopsi yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap korban pembunuhan atau kematian yang mencurigakan, untuk mengetahui sebab kematian, menentukan identitasnya, dan sebagainya.


Para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai hukum otopsi di atas dalam dua pendapat.

Pertama, membolehkan ketiga otopsi itu, dengan alasan dapat mewujudkan kemaslahatan di bidang keamanan, keadilan, dan kesehatan. Ini pendapat Hasanain Makhluf, Said Ramadhan Al-Buthi, dan beberapa lembaga fatwa seperti Majma' Fiqih Islami OKI, Hai`ah Kibar Ulama (Saudi), dan Fatwa Lajnah Da`imah (Saudi). (As-Sa'idani, Al-Ifadah Al-Syar'iyah fi Ba'dh Al-Masa`il Al-Thibiyah, h. 172; As-Salus, Mausu`ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu'ashirah, h. 587; Al-Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibiyah, h. 170; Al-Hazmi, Taqrib Fiqh Al-Thabib, h. 90).

Kedua, mengharamkan ketiga otopsi itu, dengan alasan otopsi melanggar kehormatan mayat, yang telah dilarang berdasarkan sabda Nabi SAW," Memecahkan tulang mayat sama dengan meme-cahkan tulangnya saat dia hidup." (kasru 'azhmi al-mayyit ka-kasrihi hayyan). (HR Abu Dawud, sahih). Ini pendapat Taqiyuddin An-Nabhani, Bukhait Al-Muthi'i, dan Hasan As-Saqaf. (Al-Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibiyah, h. 170; Nasyrah Soal Jawab, 2/6/1970).

Menurut kami, pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah pendapat kedua, yang mengharamkan ketiga jenis otopsi, termasuk otopsi dalam rangka praktikum mahasiswa kedokteran, karena: (1) pendapat yang membolehkan berdalil kemaslahatan (Mashalih Mursalah), padahal Mashalah Mursalah bukan dalil syar'i yang kuat. Menurut Imam An-Nabhani, Mashalih Mursalah tidak layak menjadi dalil syar'i. (An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, 3/444). (2) terdapat hadis-hadis sahih yang melarang melanggar kehormatan mayat, seperti mencincang, menyayat, atau memecahkan tulangnya sebagaimana di atas.

Namun, keharaman otopsi ini hanya untuk mayat Muslim. Sedang jika mayatnya non Muslim, hukumnya boleh. (Al-Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibiyah, h. 179; Nashiruddin Al-Albani, Ahkam Al-Jana`iz, h. 299). Sebab di samping hadits dengan lafal mutlaq (tak disebut sifatnya, yaitu semua mayat), ternyata ada hadits shahih dengan lafal muqayyad (disebut sifatnya, yaitu mayat mukmin/Muslim), yakni sabda Nabi SAW, "Memecahkan tulang Mu`min yang sudah mati, sama dengan memecahkannya saat dia hidup." (kasru 'azhmi al-mu`min maytan mitslu kasrihi hayyan.) (HR Ahmad, no 23172 & no 25073; Malik, Al-Muwathha`, 2/227; Ad-Daruquthni, 8/208; Ibn Hajar, Fathul Bari, 14/297; at-Thahawi, Musykil Al-Atsar, 3/281; Al-Albani, Shahih wa Dhaif Al-Jami' Ash-Shaghir, 9/353). Kaidah ushuliyah menyebutkan, "Lafal mutlak tetap dalam kemut-lakannya hingga datang lafal yang muqayyad."

Kesimpulannya, otopsi hukumnya haram jika mayatnya Muslim. Sedang jika mayatnya non Muslim, hukumnya boleh. Wallahu a'lam [] mediaumat.com

Pesta Demokrasi’: Bukan ‘Pesta Perubahan’


[Al-Islam 451] Dalam sistem sekular saat ini, Pemilu sering disebut dengan ’Pesta Demokrasi’. Layaknya sebuah pesta, Pemilu hanyalah luapan kegembiraan sesaat. Kegembiraan itu ditandai antara lain oleh menjamurnya partai peserta Pemilu; ribuan caleg; jutaan spanduk, baliho dan stiker; ramainya media cetak dan elektronik oleh iklan politik; hingar-bingar pidato dan janji-janji para tokoh partai dan para caleg; gegap-gempitanya kampanye yang dibumbui aneka ragam acara hiburan; plus biaya triliunan rupiah.



Namun, layaknya pesta, setelah usai, kondisinya kembali ke keadaan semula. Tidak ada yang berubah setelah Pemilu. Dengan membaca hasil Pemilu sepekan yang lalu, setidaknya berdasarkan perhitungan Quick Count LSI, jelas bahwa partai Pemerintah dan partai-partai besarlah yang tetap menjadi jawara. Yang berbeda hanyalah peringkatnya saja. Partai Demokrat kini di peringkat pertama, mendapatkan 20.27% suara; diikuti Golkar: 14.87% suara, PDIP: 14.14% suara, PKS: 7.81% suara, PAN: 6.05% suara, PPP: 5.32% suara, PKB: 5.25% suara, Gerindra: 4.21% suara, Hanura: 3.61% suara dan PBB: 1.65% suara (TVOne, 9/4/2009). Dengan hasil seperti ini, terbukti bahwa Pemilu tidak membawa perubahan. Pemilu bahkan semakin mengokohkan partai Pemerintah yaitu Partai Demokrat, Golkar serta koalisi partai pemerintah seperti PKS, PPP, PKB dan PBB.



Karena itu, mereka yang terlanjur percaya bahwa Pemilu dalam sistem demokrasi bisa menghasilkan perubahan tampaknya harus kembali ‘gigit jari’. Pasalnya, Pemilu memang sekadar dimaksudkan untuk memilih orang, seraya berharap orang yang terpilih lebih baik daripada yang sebelumnya. Pemilu sama sekali menafikan, bahwa yang dibutuhkan oleh negeri ini bukan sekadar orang-orang terpilih, tetapi juga sistem yang terpilih. Dengan kata lain, Pemilu sama sekali melupakan, bahwa yang dibutuhkan oleh negeri ini bukan sekadar pergantian orang (penguasa dan wakil rakyat), tetapi juga pergantian sistem pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, pendidikan dll dengan yang jauh lebih baik. Wajarlah jika usai Pemilu Legislatif ini, juga Pemilu Presiden nanti, perubahan untuk Indonesia yang lebih baik sebagaimana yang diharapkan oleh seluruh rakyat negeri ini tidak akan pernah terwujud, selama kebobrokan sistem sekular yang tegak berdiri saat ini tidak pernah disoal, dikritik dan diutak-atik, sekaligus diganti, karena sudah dianggap sebagai sistem yang baik.

Memang masih ada segelintir orang yang menyerukan pemenangan Islam melalui Pemilu. Padahal mereka tahu, bahwa belum pernah ada sejarahnya Islam bisa menang melalui Pemilu. Sebut saja Masyumi dan NU, yang masing-masing memenangi 112 dan 91 kursi pada pemilu 1955. Namun, akhirnya toh keduanya tetap tidak bisa memerintah. Masyumi kemudian dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960. Hal yang sama juga terjadi pada FIS di Aljazair. FIS yang menang pada Pemilu 1991 putaran I, dan menguasai 81% kursi parlemen, lalu menang telak pada Pemilu putaran II pada tahun yang sama, akhirnya dibubarkan oleh junta militer. Hal yang sama juga terulang pada Hamas, sebagai pemenang Pemilu di Palestina. Sejak mendominasi Parlemen Palestina melalui Pemilu demokratis hingga kini, Hamas terus dipojokkan, dikucilkan, bahkan berusaha disingkirkan oleh kekuatan-kekuatan sekular dan pihak asing.

Karena itu, mengharapkan terjadinya perubahan, apalagi kemenangan Islam, melalui Pemilu jelas tidak mungkin. Daripada berharap pada sesuatu yang tidak mungkin, lebih baik seluruh potensi umat dikerahkan untuk membangun ‘jalan baru’, yaitu jalan yang pernah ditempuh oleh Baginda Nabi saw. dalam mewujudkan perubahan. Jalan perubahan yang ditempuh Baginda Nabi saw. terbukti telah mampu mengubah bangsa Arab, dari bangsa yang tidak mempunyai sejarah, sampai akhirnya menjadi pemimpin dunia.

Jalan baru ini bukan saja dibutuhkan oleh Indonesia, tetapi juga seluruh umat manusia di dunia. Betapa tidak. Setelah Islam tidak lagi berkuasa, tepatnya setelah institusi Khilafah diruntuhkan pada tanggal 3 Maret 1924 M/28 Rajab 1342 H, dunia telah jatuh ke dalam genggaman Kapitalisme dan Sosialisme. Hasilnya, sebelum krisis keuangan global, ada 4 miliar jiwa, atau separuh penduduk dunia hidup, di bawah garis kemiskinan; 90% kekayaan dunia hanya dikuasai 20% penduduk dunia, sementara 10% sisanya harus dibagi 80% penduduk dunia yang lainnya. Ketika krisis keuangan menerpa dunia sejak 2007 hingga sekarang, para pemimpin G-7 tidak mampu memikul beban krisis tersebut. Mereka pun melibatkan para pemimpin G-20. Dalam pertemuan mereka di London baru-baru ini, disepakati paket stimulus (pendorong) ekonomi sebesar 5 triliun dolar AS. Lebih dari 700 miliar dolar AS di antaranya digunakan untuk membantu IMF. Apa yang mereka sebut stimulus ekonomi, bailout maupun yang lain, nyatanya bukan untuk menyelamatkan kelompok 80% penduduk dunia yang lebih membutuhkan, tetapi justru untuk membantu kelompok 20%, dan tidak lain untuk mempertahankan penjajahan mereka terhadap dunia.

Di Indonesia sendiri, pada tahun ini terdapat 10,24 juta rakyat mengganggur; 33 juta lebih hidup di bawah garis kemiskinan, bahkan jika menggunakan standar Bank Dunia, angkanya bisa mencapai 100 juta orang. Sebanyak 90% kekayaan migas kita juga telah dikuasai oleh kekuatan asing. Belum lagi kekayaan alam yang lainnya. Lihatlah, kekayaan alam kita yang melimpah ternyata hanya menyumbang 20% pendapatan dalam APBN; 75%-nya diperoleh dengan ‘memalak’ rakyat, melalui pajak; sisanya 5% dari perdagangan, dan lain-lain.

Inilah realitas sistem Kapitalisme Sekularisme dan Liberalisme yang mencengkeram kehidupan umat Islam, termasuk di negeri ini.

Jadi, masihkah kita berharap pada sistem yang rusak seperti ini, yang terbukti telah menghempaskan dunia, termasuk Indonesia, ke dalam jurang kehancuran? Orang yang berakal sehat, tentu akan menjawab tidak. Itulah mengapa, seorang Angela Merkel, Kanseler Jerman, beberapa waktu lalu pernah menyatakan, bahwa dunia membutuhkan sistem alternatif.
Kembalikan Kedaulatan Syariah!

Masalah pokok yang menimpa umat Islam saat ini di dunia, termasuk Indonesia, sesungguhnya berpangkal pada tidak hadirnya kedaulatan Asy-Syâri’—Allah SWT—di tengah-tengah kehidupan mereka. Yang justru bercokol selama puluhan tahun justru ‘kedaulatan rakyat’ yang semu. Pasalnya, di Parlemen, selalu yang duduk adalah segelintir orang yang sering justru tidak memihak rakyat, tetapi lebih sering memihak pengusaha, para pemilik modal dan bahkan kekuatan asing. Rakyat malah sering hanya dijadikan ‘sapi perahan’ oleh para wakilnya di Parlemen. UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU BHP dll yang dihasilkan oleh Parlemen pada faktanya lebih ditujukan untuk memenuhi kehendak para pemilik modal dan kekuatan asing. Rakyat sendiri tidak tahu-menahu duduk persoalannya. Padahal semua UU tersebut justru berbahaya bagi mereka dan berpotensi menjadikan mereka hanya sebagai korban. Sebelum sejumlah UU di atas diberlakukan saja, negeri ini telah dilanda berbagai persoalan cabang seperti kemiskinan, kebodohan, ketidakstabilan politik, korupsi, nepotisme, perpecahan, penguasaan kekayaan alam oleh segelintir orang, dominasi kekuatan penjajah atas berbagai sumber kekayaan alam kaum Muslim, penjajahan fisik di sejumlah wilayah, dan merebaknya perbuatan-perbuatan tidak bermoral. Semua itu tidak lain sebagai akibat tidak tegaknya kedaulatan syariah akibat disingkirkannya al-Quran sebagai pedoman hidup. Mahabenar Allah Yang berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 124).
Kewajiban Menegakkan Khilafah

Menegakkan kedaulatan syariah adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) bagi kaum Muslim. Satu-satunya lembaga yang mampu mewujudkan kedaulatan syariah itu hanyalah Daulah Islam seperti zaman Nabi saw., atau yang kemudian dikenal setelah Nabi wafat sebagai Khilafah, yakni Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah (yang tegak berdiri di atas manhaj Nabi saw.) Inilah yang telah dibuktikan oleh sejarah Kekhilafahan Islam selama berabad-abad.

Dalam sistem pemerintahan Islam (Kihlafah), negara ditopang oleh sejumlah struktur yang ditetapkan oleh syariah, antara lain khalifah, para mu’awin (pembantu khalifah), para wali (gubernur), hingga para qadhi (hakim), petugas administrasi dan majelis umat. Dalam sistem ekonomi Islam terdapat berbagai hukum syariah yang berkaitan dengan tanah dan kepemilikan, aturan-aturan tentang industri, serta perdagangan domestik dan luar negeri. Terkait dengan politik luar negeri Khilafah, kita juga akan menemukan hukum-hukum syariah tentang tentara Islam berikut persiapan yang harus mereka lakukan dalam rangka menghadapi tugas-tugas yang diemban, yaitu menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Khatimah

Benar. Dunia, termasuk Indonesia, memang membutuhkan sistem alternatif. Sistem itu adalah sistem Khilafah, bukan yang lain. Bahkan keyakinan semacam ini pun berkembang di kalangan intelijen dan ahli strategi. Baru-baru ini AM Hendopriyono menyatakan, “Setelah tesis Liberalisme-Kapitalisme gagal mensejahterakan dunia, Kekhilafahan seharusnya muncul sebagai penggantinya. Karenanya, Islam perlu menjawab tantangan globalisasi dengan membangun Khilafah Universal. Hanya sistem inilah yang bisa mengatur dan mensejahterakan dunia, karena tatanan Sekular-Kapitalisme telah gagal.” (Sabili, no 19 TH XVI, 9 April 2009, hlm. 28).

Pernyataan seperti ini memang bukan hal baru. Bahkan ahli strategi AS dan Rusia, termasuk NIC, sebelumnya pernah menyatakan bahwa Khilafah akan tegak kembali.

Inilah jalan baru yang dibutuhkan oleh dunia, termasuk Indonesia saat ini. Jalan inilah yang akan mengubah wajah dunia yang didominasi oleh kezaliman menjadi wajah dunia yang adil dan makmur. Jalan itu pun telah dirintis oleh Hizbut Tahrir sejak tahun 1953. Dari bagian barat, ruangan Masjidil Aqsa, 56 tahun silam, jalan baru itu dirintis oleh seorang pemikir, politikus ulung dan mujtahid mutlak, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Kini jalan baru itu telah diemban oleh jutaan umat Islam dan berkembang di lebih dari 40 negara. Wajar jika ada yang mengatakan, Hizbut Tahrir saat ini telah menjelma menjadi kelompok politik terbesar di seluruh dunia, bukan hanya di Dunia Islam, tetapi juga di Barat dan Timur. Tentu saja, semuanya ini berkat komitmen dan keteguhannya, dan yang pasti berkat izin dan pertolongan Allah SWT semata.

Hizbut Tahrir bersama umat Islam di seluruh dunia kini siap menyongsong kabar gembira, yakni dengan kembalinya Khilafah ’ala minhaj an-Nubuwwah.

وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ () بِنَصْرِ اللَّهِ

Pada saat itulah, hati seluruh kaum Mukmin akan bergembira karena pertolongan Allah (QS ar-Rum [30]: 4-5).