Sabtu, 07 Juni 2008

Berjuang Menghidupkan al-Qur’an

Image“Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya,” (Riwayat Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari dalam shahihnya).

Bagaimana posisi Anda? Tengok saja bagaimana keakraban Anda dengan al-Qur’an. Karena wahyu illahi ini akan mengangkat kedudukan manusia di surga.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash ra, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, “Dikatakan kepada shahib al-Qur’an, “Bacalah dan naiklah dan nikmatilah seperti halnya kamu menikmati bacaan al-Qur’anmu di dunia! Sesungguhnya kedudukanmu ada di akhir ayat yang kamu baca.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)

Agaknya, pemikiran seperti itulah yang memenuhi benak Wahidin Puarada. Ceritanya, pada 2005 silam, Wahidin Puarada menyelesaikan masa tugasnya yang pertama sebagai Bupati Fakfak, Papua Barat. Namun, pemilihan kepala daerah berikutnya, Wahidin kembali maju mencalonkan diri menjadi Bupati Fakfak. Kali ini dia berpasangan dengan Drs. Said Hindom, M.Si, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dimasa Pemerintahan Wahidin –Hambore. Setelah menjabat kembali sebagai Bupati Kabupaten Fakfak periode II (2005-2010), Wahidin mencanangkan salahsatu program unggulan, Pemberantasan Buta Aksara Kitab Suci al-Quran.

Munculnya program ini, karena, di berbagai belahan bumi ini hampir tidak ada negara yang tidak tersentuh musibah. Apalagi Indonesia. Apa yang salah dengan Indonesia ini? Apa yang salah dengan dunia ini?

Di tahun yang sama, Ramadhan 2004, Wahidin menghadiri Nuzulul Qur’an di Masjid Jame Makassar. Penceramahnya Sanusi Baco. Selain membicarakan tentang Nuzulul Qur’an dia juga menanyakan, sudah berapa orang kah di rumah yang sudah membaca Al Qur’an? “Ini menarik,” gumam Wahidin.

Pulang dari Makassar, Wahidin naik Kapal Doloronda. Di kapal itu selain tarawih ada diskusi. Dari diskusi itu terungkap, sudah banyak orang yang lari dari firman Allah dan sunnah Rasul. Kita harus kembali ke Kitab Suci. Maka Wahidin bertekad, “Kita harus membuat Program Pemberantasan Buta Aksara Kitab Suci.”

Program itu diwujudkan dengan sebutan 4 M + 1 A. Adapun 4 M itu adalah: Memiliki kitab suci, Membaca kitab suci, Menghayati makna kitab suci, dan Melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan 1 A adalah: Al Qur’an atau Al Kitab.

Dalam pelaksanaannya, Wahidin menilai, bahwa masyarakat Fakfak, para tokoh agama bersemangat sekali menerima program tersebut.

Wahidin melihat adanya perbedaan animo masyarakat laki-laki dan perempuan. “Kaum ibu atau kaum perempuan ternyatata lebih bersemangat dalam menerima dan menjalankan program ini, laki-laki kalah bersemanagat dengan para ibu ini, sehingga muncul istilah, kaum ibu lebih ingin masuk surga ketimbang kaum bapaknya,” tuturnya.

Pemerintah daerah Fakfak juga melakukan control agar program ini dapat berjalan. Misalnya setiap hari sabtu di Pemda ada evaluasi, diantaranya ada evaluasi apakah di kantor sudah dilakukan seperti itu. Alhamdulillah sudah ada yang melaksanakan hingga 90% program itu berjalan. Dan yang 10% sekarang juga sudah mulai berjalan semua.

Untuk program memiliki kitab suci, tahun 2006, Badan Sosial telah membagikan 5.900 kitab suci Al Qur’an dan Alkitab kepada RW. RT, Distrik dan atau langsung lewat teman-teman pengajian, majelis taklim, TPA, TPQ, sekolah mingggu dan kelompok ibadah. Tahun 2007 jumlahnya meningkat sehinggga diharapkan seluruh masyarakat di kabupaten Fakfak dapat memilikinya. Dengan program ini Wahidin berharap daerahnya akan lepas dari ketertinggalan. ”Terbukti Fakfak dikenal sebagai zona damai, dengan tingkat kriminalitas yang rendah,” kata Wahidin bangga.

Karenanya, Drs Yaksyallah Mansur M Ag, yakin, Bila umat Islam berpegang teguh dengan al-Qur’an pasti umat ini akan maju. “Maju baik ditinjau dari aspek akidah maupun sejarah,” katanya.

Selanjutnya, Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Bogor itu mengungkapkan, umat Islam berhasil meraih masa keemasan, sebab mereka benar-benar berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah, namun ketika mereka meninggalkan-Nya menjadi terpuruklah kondisi umat Islam seperti saat ini.

“Para ilmuan seperti Ibnu Sina seorang dokter, al Farabi penemu filsafat dan al Khawarizmi penemu matematika, mereka adalah orang-orang yang hafal al-Qur’an, mereka belum mau mempelajari ilmu-ilmu yang lain sebelum mereka mempelajari dan memahami al-Qur’an,” kata dai kelahiran Kudus 1958 itu

Sedangkan umat Nasrani dan Yahudi maju karena mereka meninggalkan kitab-Nya, sebagian umat Kristiani berasumsi bahwa dengan meninggalkan kitab Injil mereka akan maju. Yakhsyallah menjelaskan Injil adalah kitab yang tidak bisa membuat mereka maju karena isinya hanya doktrin, bertentangan dengan logika dan ilmu pengetahuan, misalnya teori ‘Trinitas’ mengatakan Tuhan itu tiga, ini sangat bertentangan dengan logika.

”Terbukti dalam sejarah begitu Injil palsu menyebar ke Eropa mereka mengalami masa kegelapan dan kemunduran. Padahal sebelum Masehi, di Yunani mereka mengalami kemajuan dengan menggunakan teori Socrates, Plato dsb,” papar alumnus master Universitas Islam Negeri (UIN) tersebut.

Yaksyallah menuturkan, para ilmuan dan tokoh agama pada waktu itu berpikir, mengapa kita terbelakang? Ternyata salah satu sebabnya adalah karena mereka mengikuti ajaran kitab-Nya. Kemudian muncul masa pencerahan yang membuat mereka beranggapan bahwa umat akan maju bila meninggalkan Injil sebab ajarannya tidak bisa dibuktikan dengan ilmu pengetahuan.

Columbus mengatakan bahwa bumi ini bulat, sementara dalam Injil dijelaskan bahwa bumi datar, setelah dibuktikan Columbus dengan berlayar mengarungi lautan, ternyata bumi adalah bulat.

Yahudi bisa maju pun demikian, lanjutnya karena mereka meninggalkan Taurat bahkan mereka menyatakan bahwa dirinya (bangsa Israel) adalah bangsa terhebat dan terkuat di muka bumi. Dengan usaha dan ketekunan -walaupun tidak disinari oleh kitab-Nya- akhirnya mereka bisa maju seperti saat ini. ”Meskipun demikian Yahudi mengaku mengamalkan kitab Talmud dalam meraih kemajuannya, demi menarik simpati bangsanya,” jelas Yaksyallah.

Menurut Drs Sutrisno Muslimin M Si, Direktur Eksekutif IIEC, Menemukan pendidikan yang benar-benar berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah saat ini seakan terasa sulit, ini dikarenakan kebanyakan kurikulum sekolah mengikuti cara dan metode Barat, padahal Nabi Muhammad saw telah meninggalkan dua pusaka berharga bagi umatnya yakni al-Qur’an dan Sunnah untuk dijadikan pedoman hidup termasuk pada aspek pendidikan.

Mencetak generasi rabbani yang mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah tidaklah mudah, perlu sistem pendidikan yang canggih, betapa banyak sekolah Islam bermunculan bahkan bertaraf International yang tidak mampu membuat pelajar dan lulusannya memiliki kemampuan intelektual dan spritual yang baik.

Sutrisno mengatakan, banyak sekolah Islam saat ini yang cenderung bersifat liberal, sekular dan menjadikan Islam hanya sebagai lip service (buah bibir), tidak menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dalam kurikulum pendidikan, hanya namanya saja sekolah Islam. Sehingga wajar bila lulusannya pun akan berpola pikir liberal. Padahal seharusnya sekolah Islam bisa menjadi suri teladan bagi sekolah-sekolah non Islam, bukan malah sebaliknya.

Menurutnya, sekolah yang ideal seharusnya berbasis al-Qur’an, kemudian ia mengutip surah Ali Imran ayat 110 yang artinya, ”Kamu adalah umat yang terbaik, yang telah dikeluarkan untuk kebaikan manusia, selama kamu menyuruh kepada kebaikan dan melarang kemungkaran serta beriman kepada Allah SWT.”

Sebaik-baik manusia, kata Sutrisno adalah mereka yang bermanfaat dan berkontribusi besar untuk manusia lainnya, dalam surah Ali Imran tersebut, Allah telah menyatakan bahwa kita adalah umat yang terbaik, implementasinya adalah bagaimana ia bisa memberikan kontribusi yang positif buat orang lain tidak hanya buat dirinya saja. ”Islam itu rahmatan lil ‘alamin seharusnya umat Islam bisa menjadi rahmat untuk orang lain bukan malah menjadi beban, inilah dasar pendidikan kita,” jelasnya.

Jadi generasi unggulan adalah generasi yang dikeluarkan ke muka bumi untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar serta beriman kepada-Nya baik kepada ayat-ayat qauliyah maupun kauniyah. ”Generasi inilah yang ditunggu umat untuk menjadi khalifatul fil ardh yakni pemimpin dunia pemegang peradaban,” papar Sutrisno.

Belajar dan mengajarkan al-Qur’an dalam arti luas seharusnya menjadi rutinitas kita sehari-hari. Meski kita awam, tapi ketika berbicara soal implementasi al-Qur’an dalam kehidupan, harus disadari bahwa tugas ini menjadi tanggung jawab semua orang yang mengaku beriman pada kebenaran al-Qur’an.

Karenanya, kaum Muslimin harus terus membaca, mengkaji dan mengamalkan al-Qur’an. Selain itu kaum Muslimin juga harus bersemangat menggali ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan ilmu-ilmu lain untuk kemaslahatan umat. Pada hakikatnya, penggalian ilmu apa pun yang bermanfaat bagi kehidupan adalah proses pengejawantahan ayat-ayat Allah, sehingga akan bertambahlah hidayah dari Sang Khalik.

Persoalannya, dalam tataran praktis, masih terjadi kesenjangan pemahaman dalam memaknai proses belajar dan mengajarkan al-Qur’an. Sebagian masih berkutat bahwa mempelajari al-Qur’an hanya terbatas pada membaca, menghafal dan menggunakanya untuk melaksanakan ritual ibadah. Ketika diminta membantu memecahkan persoalan kehidupan yang kian kompleks, mereka mundur teratur.

Bahkan Rasul saw pernah mengadu pada Allah SWT akan sikap umatnya yang acuh tak acuh terhadap al-Qur’an. "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan.” (QS al-Furqan: 30). Mungkin saja di rumahnya memiliki berpuluh-puluh al-Qur’an, tapi hanya dijadikan koleksi dan hiasan belaka. Bukan menjadi hiasan iman, akhlak, ilmu dan amal.

Menurut Ketua Yayasan Markas Tahfidz al-Qur’an, Abdul Azis Abdul Rauf Lc, bagaimana mungkin al-Qur’an dapat dilaksanakan dalam kehidupan, jika dalam urusan shalat saja masih banyak yang menyepelekannya. Misalnya, tidak shalat berjamaah, shalat hanya ketika Idul Adha, Idul Fitri dan shalat Jumat. Jadi, kita jangan terlalu berharap jika umat Islam belum maksimal mengamalkan al-Qur’an. Padahal, dari shalat inilah ghirah qur’aniyah akan hidup. Kita tahu, betapa takut dan bergetarnya dunia barat yang anti Islam, jika ayat-ayat al-Qur’an diaplikasikan dengan baik dalam berbagai sektor kehidupan ini. Karena mereka mengetahui, jika umat Islam mendekat dengan al-Qur’an maka kejayaan akan kita raih.

sumber : sabili.co.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Beri Komentar Ya